sepedaku.org – Dua dekade setelah Mark Zuckerberg meluncurkan “TheFacebook” dari kamar asrama Harvard pada 4 Februari 2004, platform biru itu masih jadi raksasa digital terbesar di dunia. Pada Desember 2025, Facebook (sekarang bagian dari Meta) punya 3,07 miliar pengguna aktif bulanan — hampir 38 % populasi bumi. Di Indonesia saja, ada 130+ juta pengguna, menjadikannya negara dengan pengguna Facebook terbanyak ke-4 dunia setelah India, AS, dan Brasil. Tapi di balik angka megah itu, Facebook sudah bukan lagi aplikasi “keren” bagi anak muda. Ia bertransformasi jadi “pasar malam digital” yang penuh boomer, UMKM, grup jualan, dan konten viral yang kadang absurd. Inilah Facebook versi 2025.
Evolusi yang Tak Terbendung
- 2004–2010: Era pertemanan kampus → jejaring sosial global
- 2011–2016: Mobile first, akuisisi Instagram & WhatsApp, News Feed jadi mesin algoritma
- 2017–2021: Skandal Cambridge Analytica, perubahan nama ke Meta, fokus metaverse
- 2022–2025: Reels jadi senjata utama, AI moderation super canggih, e-commerce terintegrasi
Sekarang Facebook bukan cuma tempat pamer foto liburan. Ia adalah:
- Marketplace terbesar di Indonesia (lebih dari 80 juta barang terdaftar 2025)
- Pusat informasi lokal via grup RT/RW dan grup desa
- Platform politik paling berpengaruh di banyak negara berkembang
- Mesin Reels yang “nyuri” pengguna dari TikTok (1,5 miliar orang nonton Reels setiap bulan)
Fakta Terkini 2025
| Metrik | Angka (Des 2025) | Keterangan |
|---|---|---|
| Pengguna aktif bulanan | 3,07 miliar | Naik 3 % YoY |
| Pengguna aktif harian | 2,11 miliar | 68 % dari total |
| Waktu rata-rata pengguna | 33 menit/hari | Turun dari 38 menit di 2021 |
| Usia dominan | 25–44 tahun (42 %) | Gen Z hanya 18 % (pindah ke IG/TikTok) |
| Pendapatan Q3 2025 | US$40,6 miliar | 71 % dari total pendapatan Meta |
| Reels views | 200 miliar/hari (semua app Meta) | Naik 40 % YoY |
Kenapa Facebook Masih Hidup di Indonesia?
- Marketplace – Jualan online tanpa biaya lapak. Dari sepatu second sampai mobil, semuanya ada.
- Grup – Grup “Info Cegatan” polisi, grup “Loker Jakarta”, grup “Jual Beli Motor Bekas” — jadi sumber informasi real-time.
- Reels – Konten pendek yang lebih “kampungan” dan relatable ketimbang TikTok (contoh: “Emak-emak joget dangdut di sawah” sering viral).
- Internet murah + HP Android murah – Facebook Lite masih jadi aplikasi wajib di daerah 3T.
Kontroversi yang Tak Pernah Selesai
- Misinformasi pemilu (terutama di negara berkembang)
- Algoritma yang memperkuat konten emosional/hoaks demi engagement
- Privasi data (meski GDPR & UU PDP Indonesia mulai menekan)
- Kecanduan Reels yang bikin orang tua sampai lupa jemput anak sekolah
Meta sudah mengeluarkan fitur “Take a Break”, batas waktu Reels 30 menit otomatis, dan AI moderator yang hapus 97 % konten hate speech sebelum dilaporkan — tapi tetap banyak yang lolos.
Masa Depan Facebook: Akankah Bertahan?
Meta sendiri sudah mengakui: pertumbuhan pengguna Facebook akan stagnan atau bahkan turun di negara maju. Strategi mereka sekarang:
- Dorong Reels & AI-generated content
- Integrasi lebih dalam dengan WhatsApp Business & Instagram Shop
- Fokus ke negara berkembang (Indonesia, India, Nigeria, Brasil)
- Eksperimen “Facebook Classic” mode untuk pengguna yang benci tampilan baru
Di 2025, Facebook sudah tidak lagi jadi tempat anak muda pamer OOTD atau curhat galau. Ia berubah jadi kombinasi pasar loak digital, koran lokal, dan stasiun TV swasta yang tayang 24 jam. Benci atau suka, dia masih ada di ponsel hampir setiap orang tua, pedagang kecil, dan warga desa.
